Banyak anak kecil yang suka mie instan. Kadang selain tiap hari, bisa jadi mereka makan mie instan 2 kali atau bahkan selalu makan mie instan. Ini karena rasa mie instan yang gurih sekali karena memakai berbagai bumbu yang tak jarang berbahaya bagi kesehatan seperti
MSG, perasa buatan sehingga rasanya jadi seperti rasa ayam, sapi, bakso, dsb, pengawet buatan, dan sebagainya.
Sebaiknya jangan biarkan anak makan mie instan. Jika pun harus, masaklah air yang banyak. Sisihkan sebagian air untuk kuah dan masukan ke piring. Setelah itu baru masukan mie. Buang air rebusan mie (jangan dimakan). Bumbu cukup separuh dan perbanyak airnya hingga penuh agar bumbunya jadi hambar.
Memang jadinya kurang begitu enak. Tapi itu lebih baik ketimbang usus harus dipotong seperti kasus anak di bawah ini.
MAKSUD hati membantu suami menambah penghasilan, apa daya anak jadi korban. Akibat kerap meninggalkan buah hatinya, Hilal Aljajira (6), Erna Sutika (32) kini harus menelan pil pahit. Usus Hilal bocor dan membusuk hingga harus dipotong. Rupanya tiap hari Hilal hanya menyantap mi instan karena di rumah tak ada orang yang memasakkan makanan untuknya. Berikut cerita Erna.
Saat usia Hilal menginjak 2 tahun, aku memutuskan bekerja, membantu keuangan keluarga mengingat penghasilan suamiku, Saripudin (39), kurang mencukupi kebutuhan keluarga.
Aku bekerja di perusahaan pembuat bulu mata palsu, tak jauh dari rumah kami di Garut. Setiap berangkat kerja, Hilal kutitipkan kepada ibuku. Di situ, ibuku kerap memberinya mi instan. Bukan salah ibuku, sih, karena sebelumnya, aku juga suka memberinya makanan itu jika sedang tidak masak.
Ternyata, Hilal jadi “tergila-gila” makanan itu. Ia akan mengamuk dan mogok makan jika tak diberi mi instan. Ya, daripada cucunya kelaparan, ibuku akhirnya hanya mengalah dan menuruti kemauan Hilal. Lagi pula, kalau tidak diberi, Hilal pasti akan membeli sendiri mi instan di warung dekat rumah dengan uang jajan yang kuberikan. Praktis, sehari dua kali ia makan mi instan.
Dua kali dipotong
Kamis, 20 November 2008, Hilal mengeluh sakit perut. Kupikir sakit biasa. Anehnya, setelah tiga hari, sakitnya tak kunjung hilang dan ditambah ia tidak bisa buang air besar. Gara-gara itulah perutnya membesar.
Khawatir, kubawa Hilal ke mantri dekat rumah. Karena tetap tidak ada perubahan, kami kemudian membawanya ke RSU Dr Slamet, Garut. Ternyata hasil pemeriksaan dokter lebih menyeramkan dari yang kuduga. Kupikir, cukup dengan obat pencahar perut, sakit Hilal bisa segera sembuh. Rupanya tak segampang itu.
Hasil tes darah dan rontgen memperlihatkan, Hilal harus segera dioperasi karena beberapa bagian di ususnya bocor dan membusuk. Ketika kutanyakan apa penyebabnya, dokter menjawab, akibat dari kandungan makanan yang Hilal konsumsi selama ini tidak sehat dan membuat ususnya rusak. Saat itulah kutahu Hilal terlalu sering menyantap mi instan. Astagfirullah….
Atas rujukan dokter, kami kemudian membawa Hilal ke RS Hasan Sadikin, Bandung, dengan alasan peralatan medis di RS itu lebih lengkap. Sejak awal, tim dokter sudah pesimistis dengan kondisi Hilal yang begitu memprihatinkan dengan berat badan yang tidak sampai 11 kg. Dokter juga bilang, dari puluhan kasus serupa, hanya tiga orang yang bertahan hidup. Aku hanya bisa berserah pada Allah SWT.
Baru pada 25 November 2008 operasi dilakukan di RS Immanuel, Bandung. Saat itu aku sedang hamil tiga bulan. Dokter mengamputasi usus Hilal sekitar 10 cm. Untuk menyatukan bagian usus yang terputus itu, dokter menyambungnya dengan usus sintetis. Selain itu, dokter juga membuat lubang anus sementara (kolostomi) di dinding perut sebelah kanan.
Utang belum lunas
Ternyata cobaan kami belum berakhir sampai di situ. Tiga hari kemudian, dokter menemukan masih ada bagian usus yang bocor. Mau tidak mau, Hilal harus kembali naik ke meja operasi dan merelakan sebagian ususnya lagi.
Jelas, aku dan suami sangat ingin Hilal sembuh. Namun, di sisi lain, penghasilanku sebagai buruh tidaklah seberapa. Setiap bulan, aku hanya bisa membawa pulang uang Rp 250.000 atau Rp 300.000 kalau lembur. Adapun suamiku penghasilannya tidak pernah menentu. Maklum, ia hanya kuli kasar di pabrik tahu di Bandung.
Sejak Hilal jatuh sakit, aku memutuskan berhenti bekerja. Alhasil, suamiku harus banting tulang mengerjakan pekerjaan apa pun asal menghasilkan uang. Kendati sudah bekerja begitu keras, rasanya sia-sia saja. Biaya operasi Hilal yang mencapai Rp 16 juta terasa begitu besar dan entah kapan bisa dilunasi. Apalagi, kami hanya punya waktu 10 hari untuk melunasinya. Untung pihak rumah sakit berbaik hati memberi kelonggaran waktu dua hari sehingga kami masih sempat meminjam uang ke beberapa keluarga dan tetangga.
Demi kesembuhan Hilal pula, kami harus lebih berhemat. Rumah kontrakan kami tinggalkan dan kami menumpang di rumah orangtuaku. Sebenarnya uang kontrakan rumah itu tidak terlalu besar, hanya Rp 300.000 per tahun, tapi tetap saja uang sebesar itu sangat berarti untuk biaya pengobatan Hilal.
Kata dokter, kolostomi di perut Hilal sudah bisa ditutup setelah tiga bulan. Namun, baru setelah delapan bulan kemudian, tepatnya 23 Juli 2009, operasi penutupan dilakukan. Apalagi kalau bukan masalah biaya. Itu pun bisa dilakukan karena kami dapat bantuan dari sebuah stasiun televisi swasta sebesar Rp 14 juta.
Soal utang ke keluarga dan tetangga sebesar Rp 16 juta, entah kapan bisa kami selesaikan. Kepalaku jadi tambah pening bila mengingat, sebentar lagi si sulung, Panda Erdini (11), akan masuk SMP.
Bahan-bahan Mie Instan yang harus diwaspadai
Bahan-bahan lain yang harus diwaspadai adalah :
1. Bumbu dan pelengkap
Bumbu yang digunakan antara lain adalah MSG atau vetsin. Titik kritisnya adalah pada media mikrobial, yaitu media yang digunakan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme yang berfungsi memfermentasi bahan baku vetsin. Sedangkan bahan pelengkap mie instan adalah bahan-bahan penggurih yaitu HVP dan yeast extract. HVP atau hidrolized vegetable protein merupakan jenis protein yang dihidrolisasi dengan asam klorida ataupun dengan enzim. Sumber enzim inilah yang harus kita pertanyakan apakah berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroorganisme. Kalau hewan tentu harus jelas hewan apa dan bagaimana penyembelihannya. Sedangkan yeast extract yang menjadi titik kritis adalah asam amino yang berasal dari hewan.
2. Bahan penambah rasa
Bahan penambah rasa atau flavor selalu digunakan dalam pembuatan mie instan. Bahan inilah yang akan memberi rasa mie, apakah ayam bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, barbequ, dan sebagainya. Titik kritis flavor terletak pada sumber flavor. Kalau sumber flavor dari hewan, tentu harus jelas jenis dan cara penyembelihannya. Begitupun flavor yang berasal dari rambut atau bagian lain dari tubuh manusia, statusnya adalah haram.
3. Minyak sayur
Minyak sayur menjadi bermasalah bila sumbernya berasal dari hewan atau dicampur dengan lemak hewan.
4. Solid Ingredient
Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap yang dapat berupa sosis, suwiran ayam, bawang goreng, cabe kering, dan sebagainya. Titik kritisnya tentu pada sumber hewani yang digunakan.
5. Kecap dan sambal
Kecap dan sambal pun harus kita cermati lho. Kecap dapat menggunakan flavor, MSG, kaldu tulang untuk menambah kelezatannya.